Wednesday, August 15, 2007

Jalan-jalan di Greenwich dan East Village, New York

Sudah lama sebenarnya kami bertiga, Veni, Kiky dan saya ingin meyusuri jalan-jalan dan mengenal lebih dekat kota New York. Walaupun kami tinggal di New York hampir 4 tahun dan sering sekali melewati jalan-jalan tersebut, tetapi hanya sekedar lewat dan menoleh bila ada toko yang menarik perhatian kami.

Dengan berbekal peta dan buku panduan serta baju `siap tempur`, sepatu keds, tas ransel berisi sebotol air mineral, permen, kamera, syal dan jaket -saat itu awal musim dingin di New York, walaupun belum terlalu dingin tetapi anginnya membuat telinga sakit juga- kami bertemu di pintu masuk Subway Austin.

Tujuan pertama kami Greenwich Village. Greenwich Village dikenal sebagai daerah yang cantik dan unik. Tempat tinggal para artis dan penulis antara lain Dustin Hoffman. Dengan kereta E kami keluar di West 4th Street dengan Washington Square.

Setelah berjalan 2 blok kami berhenti di Jefferson Market Courthouse yang dikenal dengan nama `Old Jeff`. Gedung bekas pasar dan pengadilan ini diberi nama mantan Presiden Amerika, Thomas Jefferson. Di menaranya terdapat bel raksasa yang dahulu dibunyikan sebagai tanda untuk berkumpul para petugas pemadam kebakaran di daerah tersebut. Segala aktifitas tersebut dihentikan sejak tahun 1945. Terletak di ujung jalan Avenue of America, bangunan indah bergaya Gothic ini sekarang berfungsi sebagai perpustakaan umum.

Setelah puas memotret dan saling dipotret kami berjalan ke Christopher Street, sebuah restoran Asia menggelitik kami untuk mampir, di kertas menu yang dipajang di pintu restoran tertulis `bakmi goreng`. Wah tertarik juga...tetapi setangkup bagel dengan cream cheese sarapan tadi pagi masih membuat perut saya kenyang.

Kami teruskan berjalan satu blok dari Old Jeff dan berhenti di Gay Street. Gay Street sangat pendek, melengkung sekitar 50 meter menyambung dengan Christopher Street. Konon Gay Street telah memberi inspirasi beberapa seniman dan penulis seperti film Carlito`s Way. Daerah ini merupakan bagian dari komunitas gay di New York. Gedung-gedungnya sepertinya berfungsi sebagai apartemen dengan cat tembok warna mencolok, seperti merah tua, biru tua dan kuning. Di jalan ini terdapat toko-toko kecil -termasuk `sex shop`-, butik, toko buku, bar dan kafe.
Kami masuk ke sebuah toko mainan anak-anak, kebetulan salah satu teman kami anaknya akan berulang tahun. Tidak seperti toko mainan pada umumnya, mainan-mainan yang dijual di sini sangat edukatif dan sepertinya buatan tangan. Pilihan saya jatuh pada satu kotak berisi beberapa potong kain flanel warna-warni yang apabila digabung-gabungkan akan menjadi sebuah selimut cantik.

Menyeberang Christopher Street kami berhenti di Sheridan Square. Sebuah taman kecil yang dihiasi patung Jenderal Philip Sheridan, Komandan Perang Sipil Amerika di tahun 1883. Tidak jauh dari patung itu terdapat patung dua orang perempuan yang sedang duduk mesra, melambangkan sepasang gay sebagai simbol komunitas daerah tersebut. Selain kami bertiga, empat orang wanita paruh baya terlihat sibuk saling memotret.
Jalan-jalan di Greenwich Village tidak terlalu lebar tetapi nyaman untuk pejalan kaki. Selagi kami menengok kanan-kiri mengagumi bangunan-bangunan di Bedford Street dan berpose didepan Twin Peaks, sebuah rumah yang unik dengan atapnya yang melengkung, seorang gadis pejalan kaki menyapa kami menanyakan apa yang membuat kami tertarik. Setelah kami jelaskan ternyata dia pun tidak mengetahui apabila Twin Peaks merupakan bangunan bersejarah yang dibangun tahun 1830 tempat berkumpulnya artis dan penulis di tahun 1920-an. Padahal gadis tersebut tinggal di daerah itu!.

Tidak jauh dari Twin Peaks terdapat Grove Court, 6 buah rumah indah yang saling berdempetan, dibangun sekitar tahun 1850-an. Agak sulit juga kami menemukannya karena ternyata bangunannya menjorok ke dalam dengan halaman yang luas dan hanya terdapat satu pintu gerbang kecil untuk masuk ke kompleks tersebut. Sayang sekali, kami datang ke sini saat musim dingin, pasti saat musim semi Grove Court akan sangat cantik dengan taman bunganya yang warni-warni.
Selanjutnya kami menuju Bedfort Street, di ujung jalan Bedford berdiri sebuah rumah yang terkenal paling sempit, No. 75 1/2 Bedford street, lebarnya hanya 2,9 meter! Konon aktor Cary Grant pernah tinggal di sini.
Tak terasa hari sudah mulai siang, perut pun sudah mulai terasa lapar. Tapi masih ada satu tempat menarik lagi yang ingin kami lihat. St. Luke`s Place. Terletak hanya satu blok dari Bedford Street, St. Luke Place adalah deretan 15 bangunan `town house`. Diantaranya milik Mayor Jimmy Walker, salah satu Walikota New York di tahun 1926. Rumah sang Walikota berada di no. 6 ditandai dengan sebuah lampu taman yang berdiri di depan pintu dekat tangga rumah. Konon pula rumah-rumah walikota di New York ditandai dengan adanya lampu ini. Rumah no.10 adalah rumah tempat keluarga Huxtable di film Cosby Show. Film kegemaran kami dulu. Seorang nenek kami mintai tolong untuk memotret kami dengan latar belakang rumah keluarga Huxtable...

Kami sepakat untuk makan siang di daerah East Village, meskipun saat makan siang sudah hampir lewat. Walaupun jaraknya tidak terlalu jauh, karena kaki sudah mulai penat kami memutuskan untuk naik taxi ke East Village. East Village terkenal dengan landmark-nya Alamo, patung setinggi 4,5 meter berbentuk kubus yang terbuat dari besi. Alamo terletak ditengah-tengah persimpangan jalan antara Lafayette Street - Stuyvesant street - Astor Place dan Fourth Avenue. Di ujung Astor Place berdiri Gedung Astor Place Opera House, konon opera Hamlet pernah dipentaskan di sini.
Menyeberang ke Third Avenue dan berbelok di St. Marks kami menemukan deretan toko-toko kecil yang sangat unik dan funky, tampaknya seperti tempat komunitas kaum hippies. Deretan toko-toko yang menawarkan jasa tatoo, toko-toko vintage, tenda-tenda di emperen toko yang menjual syal warna warni, topi, dan sarung tangan dari India. Kami berhenti di Je`bon Restaurant, sebuah restoran Asia. Ternyata 2 pelayannya dari Indonesia, salah satunya bernama Novi. Semangkuk Mie Kuah Tom Yam -Mie yang diberi kuah sup tom yam sea food-, Nasi Goreng -dengan taburan telor dadar iris, kacang goreng dan teri serta sambel dan kecap ABC, benar-benar rasa Indonesia!-, sepiring Phat Thai Udang serta segelas Thai Iced Tea membuat kami kenyang... Novi menerangkan kalau juru masaknya berasal dari Malaysia dan pernah tinggal beberapa tahun di Indonesia. Pantas, rasa masakannya pas sekali dengan lidah kami...

Setelah istirahat sebentar meluruskan kaki yang sudah mulai pegal-pegal, kami melanjutkan berjalan menyeberangi Second Avenue. Toko kue Viniero yang berada di 11th street tujuan kami. Toko Viniero terkenal dengan cheese cake-nya yang sangat lembut dan enak. Dua potong cheese cake dengan toping stawberry dan blueberry serta 2 cup tiramisu menjadi pilihan saya untuk oleh-oleh suami dan anak di rumah.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3.30 sore, sambil berjalan menuju subway di Astor Place kami sempatkan untuk lewat di Little Ukraine yang terletak di 7th Street dengan Third Avenue. Di sini tinggal lebih kurang 3000 keluarga yang berasal dari Ukrainia. Sebuah Gereja Katholik megah, St. George`s Ukrainian Catholic Chuch berada di lokasi ini.
Tepat di depan gereja berderet toko-toko kecil yang menjual pernak-pernik kerajinan khas Ukrainia. Kami tertarik dengan sebuah bar dideretan toko-toko tersebut yang mempunyai arsitektur kuno dan antik. Ternyata bar tersebut, McSorley`s Old Ale House, adalah bar tua yang berdiri sejak tahun 1854.

Satu lagi tempat unik di New York telah kami kunjungi. Ternyata tempat-tempat kecil yang tampaknya tidak terlalu terkenal menarik juga untuk dilihat dan didatangi. Di dalam kereta kami ber-tiga sudah merancang, lain waktu akan berjalan-jalan di bagian lain New York yang unik, Gramercy dan the Flatiron District.

(Pernah dimuat di Kompas Cyber Media)

No comments: