Wednesday, November 7, 2007

BERWISATA KULINER DI HAVANA

Cuban dishes

Sebelum berangkat ke Havana – Kuba suami sudah wanti-wanti kalau makanan di Kuba kurang enak, ‘cuma berasa garam’. Dengar ‘peringatan’ dari suami seperti itu dua koper saya isi penuh dengan makanan dan bumbu instant serta cemilan yang saya beli di Top Line, toko yang menjual bahan makanan Indonesia di New York – sebagian besar untuk oleh-oleh teman-teman di Havana -.
Saat kami transit di Toronto suami memberi ‘ peringatan’ lagi, “mumpung belum sampai Havana puas-puasin dulu deh makan enak”. Wah…saya makin penasaran…., suami yang sudah 3 kali ke Kuba saja bilang makanan di Kuba kurang enak….

Tiga malam di Havana, kami menginap di rumah teman, keluarga Sirajd Parwito. Saat baru tiba, kami disuguhi cemilan khas Kuba, sejenis enting-enting kacang serta empek-empek Palembang, “ mbak, ikan-nya saya beli dari ‘pedagang gelap’ yang datang ke rumah. Di sini ndak boleh jualan dari rumah ke rumah apalagi ke orang asing. Penjualnya pura-pura main ke rumah bawa anaknya, tapi di tas ranselnya dia bawa ikan atau udang. Kalo ketahuan dia bisa ditangkap polisi. Di pasar susah sekali cari ikan laut mesti ke supermarket untuk orang asing, itu-pun barangnya belum tentu ada”, Feria Sirajd, teman saya, menjelaskan.

Pusat perbelanjaan di Centro Habana, tidak terawat dan ruangannya banyak yang kosong

Feria juga bercerita, kalau bahan makanan di Kuba kadang susah di dapat, walaupun Kuba penghasil gula bisa selama 1 – 2 minggu gula hilang dari pasaran, begitu juga dengan garam, walaupun Kuba merupakan negara yang dikelilingi laut. “Makanya kalo di pasar lagi ada bumbu-bumbu yang biasa dipakai untuk masak masakan Indonesia, seperti bawang merah dan bawang putih, aku ngeborong, nanti di simpan buat stok. Begitu juga kalo di toko lagi ada mentega, minyak goreng, sabun atau pasta gigi kita harus cepet-cepet beli ndak usah nunggu besok karena kalo besok kita balik lagi belum tentu barangnya ada. Jadi jangan harap deh mbak di sini bisa makan masakan Indonesia dengan bumbu yang lengkap, kita mesti pinter-pinter bikin variasi makanan biar rasanya mirip-mirip masakan Indonesia’, katanya sambil menunjukkan deretan tanaman cabai, kemangi, serai dan kangkung di kebunnya.

Memang, susah sekali mendapatkan barang import – khususnya bahan makanan dan alat rumah tangga- di Kuba, karena adanya embargo ekonomi dari Amerika. Kalaupun ada umumnya barang-barang tersebut datang dari Meksiko atau Kanada, harganya pun bisa 3 kali lipat lebih mahal.

Pollo Asado El Aljibe

Siangnya kami di ajak makan siang di restoran El Aljibe, di calle 7ma. e/24 y 26, Miramar. Tidak jauh dari Kedutaan Besar Indonesia. Kami memesan pollo asado El Aljibe, sepiring ayam ungkep yang digoreng disajikan dengan nasi putih -rasanya mirip nasi gurih-, kacang hitam (black beans), kentang goreng, salad dan pisang goreng manis. Ehm…rasanya enak juga, walaupun agak asin karena nasinya disiram kuah ayam. Segelas Malta dingin, minuman kaleng khas Kuba dari sari tebu saya coba. Rasanya enak, manis dan segar.
Restoran di Kuba umumnya dikunjungi oleh turis-turis asing dan warga Kuba yang ekonominya mapan – biasanya artis atau mereka yang mempunyai keluarga di luar negeri-, karena bagi warga Kuba makan di restoran adalah hal yang sangat mewah (gaji mereka rata-rata CUC 30,- atau +/- US$ 35,- sebulan). Dan umumnya semua obyek termasuk sektor pariwisata (restoran, hotel dll) adalah milik pemerintah.

Penjual pepaya di Mercado Agropecuario

Esoknya saya ikut belanja ke pasar tradisional Mercado Agropecuario di 42 y 19. Pasarnya mirip pasar-pasar tradisional di daerah di Indonesia. Uniknya, kita harus membeli atau membawa kantong plastik dari rumah sebelum belanja di pasar karena pedagang tidak menyediakan kantong / tas plastik.
Uang yang dipakai untuk transaksi juga lain, yaitu Peso, uang untuk rakyat Kuba.
US$ 1,- sama dengan 80 Centavos (sen) CUC (Peso Convertible) dan sama dengan +/- 26 Peso. Uang CUC khusus dipakai untuk orang asing atau digunakan untuk transaksi disektor pariwisata (termasuk restoran, toko suvenir dan hotel).
Orang asing yang akan belanja di pasar bisa menukarkan uang CUC-nya dengan mata uang peso di casa de cambio/tempat penukaran uang yang ada di seberang pasar.

Suasana pasar

Sedikit sekali jenis sayuran yang dijual di pasar ini, antara lain bayam Kuba (bentuk daunnya kecil oval), wortel, daun bawang, jagung, singkong dan labu siam serta buah nanas, jeruk, apukat, papaya dan pisang. Dua buah labu siam dan dua buah nanas kami beli. Saya sempatkan untuk melongok ke los daging, ternyata semua daging yang dijual adalah daging babi. Daging sapi umumnya tidak dipotong dan dijual di pasar karena diambil susunya.

La Bodeguita del Medio, dindingnya penuh tanda tangan pengunjung
Makan siang, kami ke La Bodeguita del Medio di Calle Empedrado 207, Habana Vieja. Restoran tiga lantai ini berdiri sejak 1942, sangat terkenal karena selain menyediakan masakan khas Kuba, jenis Creola, juga karena banyak artis, politisi dan orang-orang terkenal datang ke sini, antara lain Nat King Cole dan mantan Presiden kita, Gus Dur. Terlihat dari foto-foto dan tandatangan mereka yang memenuhi dinding restoran. Pengunjungpun diperbolehkan menorehkan tanda tangannya di dinding. Mitha, anak gadis saya pun tak ketinggalan menorehkan nama dan tanda tangannya.
Dahulu, Ernest Hemingway juga pengunjung tetap restoran ini. Minuman ciptaan Hemingway, mojito, menjadi trade mark La Bodeguita del Medio.
Di kertas place-mat, tertulis resep mojito dalam bahasa Spanyol;
- gula pasir
- 2 oz air jeruk nipis
- 12 buah daun mint
- 2 oz Havana Club rum
- 2 oz air soda

Memang, Kuba terkenal dengan Rum/Ron-nya, ada 4 jenis rum yang beredar di pasaran, Silver Dry (biasa digunakan untuk cocktail), Carta Blanca (rum yang berumur 3 tahun), Carta Oro (rum yang berumur lima tahun), dan Anejo (rum berumur tujuh tahun atau lebih).

Ropa Vieja

Sekitar 15 menit kami menunggu mendapatkan kursi, karena restoran ini agak sempit tapi penuh dengan pengunjung yang sebagian besar turis asing.
Kami memesan ropa vieja (bhs Ind.: baju compang-camping), daging suwir yang dimasak mojo/gravy dengan saus tomat yang manis – asam, arroz blanco/nasi putih, pollo a la cacerola/ayam ungkep dan filete de pescado/ ikan file panggang. Ah…semua makanan yang kami pesan rasanya unik dan enak sekali hingga semua makanan tandas tidak tersisa dipiring….
Alat penyeduh kopi kuno di Cafe el Escorial

Segelas es café con leche/es kopi dengan susu di Café el Escorial kami pilih untuk menghilangkan lemak di lidah. Café el escorial berada di Mercaderes 317 di pojok Plaza Habana Vieja, walaupun termasuk baru tetapi merupakan ‘the best caffeine infusions in the city’. Minuman andalannya adalah a daiquiri de café/kopi dengan daiquiri.

Di depan Cafe el Floridita

Tepat di seberang Café el Escorial terdapat Café el Floridita yang terkenal dengan shaken daiquiri dan frappe daiquiri-nya, bahkan café ini mempunyai jargon ‘birthplace of the daiquiri’. Frappe daiquiri merupakan campuran rum, gula pasir, 5 tetes maraschino, lime juice dan es batu.
Tabung-tabung untuk membuat daiquiri di Cafe el Floridita

Selain La Bodeguita del Medio, Floridita juga merupakan tempat favorit bagi Ernest Hemingway. Konon, dia bisa menghabiskan 13 gelas daiquiri sekali duduk di café ini. Café yang menyediakan tempat duduk di halaman terbuka ini ramai didatangi pengunjung. Mereka menikmati hidangannya diiringi oleh sekelompok pemain ‘Tres’ (Cuban guitar), maracas, guiros dan bongo. Tampak sepasang muda-mudi pengunjung café ber-salsa diiringi musik tersebut.

'Sang tentara' sedang membuat adonan coklat di Museo del Chocolate

Cetakan-cetakan coklat

Agak sore kami mampir di Museo del Chocolate/museum coklat. Untuk masuk ke sini kami harus antre diluar pintu, petugas hanya memperbolehkan pengunjung masuk apabila kursi di café-nya sudah ada yang kosong. Selain bisa melihat proses pembuatan permen coklat yang dicetak aneka bentuk dari balik kaca, pengunjung juga bisa duduk di café dan memesan minuman coklat panas atau dingin. Es coklatnya ehm….enak sekali dan segar, tidak terlalu manis dengan rasa coklat yang legit. Harganya pun murah sekali, kami ber-delapan (8 gelas es susu coklat) hanya membayar CUC 5,-!. Yang unik di museum coklat ini, pekerja yang membuat coklat berpakaian seragam layaknya militer, lengkap dengan dasi dan tanda pangkat di pundaknya. Beberapa kotak coklat praline kami bawa pulang untuk oleh-oleh.

Es susu coklat dan praline

Menurut teman saya, Kuba juga terkenal dengan es krim-nya, Copelia. Karena terkenalnya, pengunjung rela antre untuk membeli. Benar saja, saat kami lewat antreannya….. panjang sekali. Konon, es krim ini terkenal karena film Strawberries and Chocolatte.
Teman saya juga mengingatkan, pilih-pilih kalau ingin mencoba makanan pinggir jalan, karena yang mereka jual (burger dan potongan pizza) biasanya berisi daging babi.

tuKola, coca-cola ala Kuba dan Malta, minuman sari tebu

Disela-sela tur esok harinya, kami makan siang di El Palenque Restoran, bistec de palomillo/steak daging dan segelas tuKola / coca-cola Kuba saya pesan. Steak dagingnya empuk, diiris tipis melebar dan disiram kuah dengan campuran potongan jamur kancing. Dihidangkan dengan nasi putih yang rasanya mirip nasi gurih dan beberapa potong daun selada. Setelah saya rasakan, rasanya mirip daging semur tanpa kecap. Saya sempatkan juga untuk mencicipi Tropikal Island, jus dalam kemasan kotak dengan rasa guayaba/guava (jambu).

Dalam perjalanan pulang saya terheran-heran melihat seorang pria berjalan kaki membawa satu ‘kotak’ kue tart dengan warna krim yang ‘nge-jreng’, tanpa dimasukkan ke kotak hanya dialasi dengan triplek segi empat padahal saat itu sedang gerimis. Sampai di rumah, teman saya, Feria menjelaskan, “lha ya begitu di sini, karena kertas mahal dan susah didapat maka orang kalau beli makanan, makanannya ndak dimasukkan ke kotak, entah itu kena debu atau hujan ya dibiarin begitu. Malah kalau mereka bawa kue naik bis, kuenya jadi tambah satu macam warna, keabu-abuan, kena asap knalpot…”.

Malam hari sebelum pulang, kami diajak – tepatnya ditraktir- makan malam di restoran Cina di Marina Hemingway. Sup jamur, ikan goreng asam manis, lumpia dan tumis sayuran, kami pesan. Setelah pesanan keluar, ternyata tumis kacang panjang yang disajikan. Sang pelayan menjelaskan, kalau jenis masakan sayuran tergantung jenis sayuran saat ini yang tersedia di pasar. Saat ini yang ada cuma kacang panjang…..

Sambil membereskan koper karena besok pagi kami harus pulang ke New York, saya berkata pada suami, “ mas, makanan di Kuba ternyata enak-enak juga kok ndak seperti yang aku bayangkan sebelumnya…”. Suami pun balas menjawab sambil tertawa, “ ah kamu kalo ngrasain makanan komentarnya cuma ada 2, enak…sama enak sekali….”.

(Artikel ini pernah dimuat di Kompas Cyber Media)

BERTEMU ‘FIDEL CASTRO’ DI HABANA VIEJA

Kota Havana dilihat dari benteng Morro

Lega rasanya setelah pesawat Air Canada yang membawa kami bertiga ke Havana – Kuba dari New York akhirnya tinggal landas. Betapa tidak sudah 2 kali kami gagal berangkat ke Havana, pertama, karena ada keperluan keluarga yang mendadak dan kedua karena kekonyolan kami lupa membuat Visa Kanada satu hari sebelum berangkat, karena memang harus transit di Toronto, Kanada dulu.

Ternyata kelegaan kami belum berakhir. Sampai di Pearson International Airport - Toronto kami harus berlari-lari memburu waktu karena waktu transit hanya 3 jam sedangkan kami harus antre diimigrasi untuk masuk Kanada, mengambil kopor lalu bergegas sambil membawa kopor check-in lagi untuk penerbangan Toronto – Havana, dan antre lagi diimigrasi untuk keluar Kanada. Sungguh melelahkan. Ini terjadi karena Amerika tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Kuba maka siapa pun yang akan ke Kuba dari wilayah Amerika harus lewat negara ketiga.

Di Jose Marti International Airport - Havana

Di dalam pesawat Air Canada tujuan Toronto - Havana, saya lihat cukup banyak turis Amerika. Sebenarnya, illegal bagi pemegang paspor Amerika untuk berkunjung ke Kuba. Kecuali bagi misionaris, jurnalis atau mahasiswa yang mendapat rekomendasi dari universitasnya, itupun harus memperoleh semacam licence dari pemerintah Amerika, dan mereka masuk ke Kuba lewat Miami- Amerika. Sedangkan para turis yang ‘illegal’ ini memilih masuk ke Kuba lewat negara ketiga seperti Meksiko (Cancun) atau Kanada (Toronto), seperti kami.
Sebelum pesawat mendarat, selain form-form keimigrasian, awak pesawat juga membagikan form biru yang ternyata adalah Visa Kuba. Kami baru tahu kalau Visa Kuba bisa diperoleh di dalam pesawat, karena kami mendapatkannya dari Perwakilan Kuba di Washington D.C, lembaran kertas Visa ini hanya diselipkan, tidak ditempel di dalam paspor. Sang Pramugari juga menjelaskan, untuk mendapatkan Visa Kuba cukup membayar CUC 20 (+/- US$ 25,-) setiba di imigrasi Jose Marti International Airport Havana.

Kami sekeluarga memang berangan-angan suatu saat bisa berkunjung ke negara ini, walaupun kali ini adalah kali ketiga suami berkunjung ke Havana, pertama bagi saya dan anak gadis kami, Mitha. Suami ingin kami bisa melihat Havana karena menurutnya Kuba adalah negara yang sangat unik, tidak ada duanya di dunia ini. “Mumpung sekarang tinggal di New York jadi ndak terlalu jauh perjalanannya dan mumpung Fidel Castro masih hidup, mungkin kalau sudah tidak ada Castro, Kuba tidak akan seperti ini lagi”, kata suami.

Pusat kota Havana

Kuba, dengan ibu kotanya Havana adalah negara kepulauan yang terletak antara laut Karibia, Teluk Meksiko dan Samudra Atlantik (lihat di http://en.wikipedia.org/cuba). Panjang sekali sejarah yang pernah dilalui Kuba hingga sekarang menjadi Negara Sosialis dengan presiden-nya, Fidel Castro. Kota Havana / Ciudad de La Habana (lihat di http://en.wikipedia.org/havana) sendiri terletak dipinggir laut dan dikelilingi oleh semacam tembok dan merupakan salah satu kota tertua yang pernah ditemukan dan disinggahi bangsa Eropa. Peninggalan-peninggalan Eropa khususnya Spanyol kental sekali terlihat hampir di semua bangunan di Havana. Bangunan-bangunan bergaya baroque dengan lengkungan dan pilar-pilarnya yang besar dan kokoh, ukiran yang cantik dengan sentuhan Moorish (sentuhan Islam dalam arsitektur Spanyol) dengan warna terang kuning – biru – putih berpadu dengan neo-klasik abad 19 hingga bangunan-bangunan ‘model baru’ awal abad 20 terlihat hampir disegala penjuru Havana. Dari rumah tinggal, perkantoran, pertokoan hingga hotel. Sayang sekali sejak embargo ekonomi yang diterapkan Amerika, Havana seakan bagai ‘kota dengan bangunan yang mati’. Bagaimana tidak, hampir semua bangunan tidak terawat, seakan-akan sudah puluhan tahun tidak tersentuh cat. Bahkan banyak pula bangunan yang tanpa kaca jendela. Kecuali bangunan-bangunan yang dipakai oleh instansi pemerintah atau yang disewa oleh kedutaan asing. Memang semua bangunan dan aset yang ada adalah milik pemerintah.


Kota Havana sendiri, dibagi dalam 3 bagian, Habana Vieja/Old Havana, Vedado (daerah komersial) dan daerah baru seperti Miramar, tempat kedutaan-kedutaan asing, rumah tinggal warga asing, toko-toko barang import dan sekolah-sekolah internasional berada.

Bersama gadis Kuba di Habana Vieja

Tiga malam di Havana, hari pertama, kami diantar Feria Siradj, teman kami yang sudah 1 tahun tinggal di Havana berkeliling melihat kota Havana di sore hari. Di sepanjang jalan yang kami lewati banyak warga yang berdiri dipinggir jalan untuk botea, mencari tumpangan kendaraan. Karena sulitnya transportasi tidak heran kalau botea adalah hal yang wajar di sini. Bahkan warga yang mempunyai mobil wajib dan harus mau memberi tumpangan.
Hingga saat ini kendaraan di Havana masih didominasi oleh mobil-mobil keluaran Amerika jaman dahulu seperti sedan Cadillac tahun 1950-an, Bel Air, Fords, Chevy dan Fiat meskipun beberapa mobil Jepang dan Eropa keluaran terbaru juga mulai terlihat di jalan. Saya membatin, wah….pasti para penggemar mobil vintage di Indonesia akan senang sekali melihat mobil-mobil antik di Havana…. Sebagian dari mobil-mobil kuno ini ada juga yang dipercantik untuk taksi, selain ada coco-taxi (sejenis bemo tapi berbentuk bulat) bis kota dan camello, bus panjang berbentuk seperti onta dengan ‘kepala’ truk..

Coco-taxi

Dari daerah Miramar tempat kami menginap di rumah Feria, kami menuju Malecon, promenade sepanjang +/- 7 km yang menghadap laut lepas ini ramai dipenuhi muda-mudi yang akan melewatkan malam minggunya. Tidak peduli mereka berkulit putih (keturunan Spanyol), kulit hitam (keturunan Afrika dari budak-budak perkebunan tebu abad 18) dan mullata (campuran kulit putih dan hitam). Hampir semua wanita-nya berpakaian minim, dengan atasan tank-top atau you-can-see. Mungkin karena udara yang panas atau minim dan mahalnya harga kain, batin saya. “Walaupun mereka kelihatan hidup bebas, di sini hampir tidak ada kasus kekerasan dan pemerkosaan. Di sini polisi ada di mana-mana jadi kita aman kemana pun pergi”, kata teman saya.

Feria juga menjelaskan, di Kuba memang sedikit sekali hiburan. Ada beberapa gedung bioskop tapi film-film yang diputar adalah film-film lama, kalaupun film Amerika itupun sudah disensor. Televisi-pun hanya ada 4 channel yang seluruhnya milik pemerintah Kuba, isinya-pun propaganda Kuba yang anti Amerika. “Jangan harap melihat iklan di TV yang bersifat konsumtif di sini mbak”, kata Feria. “Klub-klub malam pun biasanya hanya dikunjungi oleh warga asing atau warga Kuba yang diajak oleh orang asing atau warga Kuba yang mempunyai saudara yang datang dari luar negeri”, kata Feria lagi. Rakyat biasa tidak mampu datang ketempat-tempat seperti itu, karena rata-rata gaji mereka perbulan hanya CUC 30,- atau setara US$ 35,-. Sedangkan kebutuhan hidup mereka yang lain sudah di jatah oleh pemerintah Kuba. Mereka bekerja ataupun tidak, mendapat jatah yang sama. O….pantas, batin saya dalam hati, sepintas masyarakatnya terlihat santai dalam menjalani hidup.

Sebagian bangunan dengan ukiran indah yang tidak terawat di Obispo

Memang, ada rasa trenyuh, melihat kehidupan masyarakat di sini. Mereka terkesan nrimo walaupun seperti terasing dari dunia luar. Mereka tidak bisa bepergian ke luar negeri, karena sulit sekali bagi warga biasa untuk mendapatkan ijin ke luar negeri kecuali bagi atlet yang berprestasi, artis atau pejabat negara. Hal ini dijelaskan oleh Bertha pemandu kami nantinya. Walaupun begitu, kata Bertha mereka sangat loyal kepada Fidel Castro, karena Castro sangat kharismatik. Dari Bertha saya tahu kalau sebagian besar rakyat Kuba lebih senang disebut Fidelis daripada Komunis.

Dari Malecon kami menuju NH Hotel di Centro Habana untuk booking tour-guide esok hari dan ke casa de cambio/tempat penukaran uang. Di Kuba berlaku 2 mata uang. Peso untuk transaksi sehari-hari rakyat Kuba dan CUC (Cuban Convertible) untuk warga dan turis asing serta berlaku untuk transaksi di semua sektor pariwisata. US$1,- = 0,8 Centavos (sen) CUC = 26,- Peso. Semua mata uang asing terutama dolar dan euro yang ditukarkan di tempat penukaran uang dicatat satu-persatu nomor serinya oleh petugas.

Sebelum pulang kami singgah di hotel Nacional. Hotel ini sangat indah seakan-akan berada di atas bukit. Dari belakang hotel kita bisa melihat pemandangan Malecon, hamparan laut lepas dan Castillo del Morro dengan jajaran bentengnya. Satu tahun yang lalu dalam rangka 14th Summit of the Non-Aligned Movement, Presiden SBY dan rombongan juga menginap di hotel ini. Selain itu juga pernah dipakai untuk shooting film Dirty Dancing.
Saat itu di hall hotel Nacional sedang berlangsung pesta pernikahan. Kata Feria, rakyat Kuba hanya bisa satu kali dalam seumur hidupnya bisa masuk ke hotel dan menginap sehari hanya pada saat pesta pernikahannya. Itupun sebagai hadiah dari pemerintah. Hotel-nya pun yang menetapkan pemerintah. Hanya orang asing/turis, pejabat dan pegawai hotel yang diperbolehkan masuk dan menikmati fasilitas hotel.

Di depan Catedral de San Cristobal

Esoknya, tur yang sesungguhnya dimulai, dipandu oleh Bertha dari Cubatur. Habana Vieja / Old Havana tujuan kami. Habana Vieja sejak tahun 1992 merupakan aset dunia yang dilindungi UNESCO. Di Old Havana terdapat katedral, mansion-mansion kuno yang dibangun abad 16 – 17, café-café terkenal seperti La Bodeguita del Medio dan La Floridita serta museum-museum. Di bawah bangunan-bangunan ini terdapat Zanja Real, kanal yang dibangun Spanyol pada abad 16. Dari Plaza de la Catedral – lapangan terbuka - yang luas kita bisa melihat Catedral de San Cristobal – gereja yang berornamen baroque - , Palacio de los Marqueses yang sekarang berfungsi sebagai art galeri dan Museo de Art Colonial.

Arsitektur Spanish - Moorish

Berjalan kebelakang melewati lorong-lorong kuno yang agak sempit, kami sampai di Plaza de Armaz. Di sini suasana kolonial jaman dahulu sangat terasa bahkan besi bekas menambatkan kereta kuda pada jaman dahulu-pun masih ada.
Dari atas hotel Palacio Cueto kami bisa melihat Habana Vieja. Bangunan hotel abad 17 ini penuh dengan ornamen Spanyol dan Moorish dengan lengkungan pilar, kubah dan cat warna biru terang dan putih. Indah sekali.

Jejeran keramik majorica berisi rempah-rempah di Sala Museo

Bertha lalu mengajak kami masuk ke Sala Museo (museum obat-obatan). Bau rempah-rempah dan deretan stoples keramik majorica yang cantik berjajar rapi di rak kayu berwarna coklat yang menempel dinding menyambut kami.

Hotel Ambos Mundos

Dari sini, kami berjalan kaki ke hotel Ambos Mundos, hotel tempat Hemingway pernah lama menginap (tahun 1932 – 1939). Keluar dari hotel kami sungguh terkejut. Seorang pria tua yang mirip sekali Fidel Castro duduk ditangga luar hotel. Rasanya saya pernah melihat pria berjenggot putih ini….tapi dimana…?. Tidak mungkin kalo dia benar-benar Castro. Setelah mengingat-ingat…a ha….ternyata pria ini yang menjadi sampul buku “Cuba” terbitan Lonely Planet yang saya lihat di toko buku Barnes & Nobles di New York. Selembar CUC 1,- diselipkan ke tangan mr. ‘Castro’ setelah kami ajak photo bersama.

Gedung Capitolio

Puas berkeliling Habana Vieja, kami diajak berkeliling Centro Habana dan Prado. Yang merupakan pusat kota Havana. Gedung Capitolio dengan kubahnya yang besar dan megah langsung menjadi pusat perhatian kami. Gedung ini tiruan dari gedung Capitol di Washington D.C., bentuknya mirip bahkan sedikit lebih tinggi dan lebih panjang dari Capitol di Washington.
Tidak jauh dari gedung Capitolio terdapat Fabrica de Tabaco Partagas, pabrik cerutu/puros. Kuba sangat terkenal dengan produksi cerutunya. Berdiri sejak tahun 1845 setiap tahun 5 juta batang cerutu diproduksi oleh Partagas. Ada 32 merek cerutu Kuba, tapi hanya 4 yang terkenal, Montecristo, Cohiba, Cuaba dan Vegas Robaina.

Prado

Dari Centro Habana kami menuju Prado, boulevard cantik yang diteduhi oleh pohon-pohon besar dan 8 ekor patung singa dari marmer dan deretan lampu-lampu jalan yang terbuat dari besi yang diukir cantik. Ah…..rasanya sungguh nyaman berada ditempat ini. Sayang kami terlalu sore sampai ditempat ini, sehingga tidak bisa ikut menikmati dan melihat jajaran lukisan-lukisan yang dijual di sepanjang Prado.

Necropolis Colon dengan Chapel utamanya

Necropolis Colon, tujuan kami selanjutnya. Makam monumental ini sangat luas, sekitar 55 hektar. Hamparan makam ini bagaikan miniatur mausoleum, chapel, kastil bahkan piramid dengan ukiran-ukiran berbentuk bunga, malaikat, bidadari yang indah dan terbuat dari marmer. Komplek makam yang diarsitek-i oleh Calixto de Loira pada pertengahan tahun 1800 ini mengelilingi chapel utama. Pintu gerbangnya yang megah dihiasi dengan patung malaikat dari marmer bergaya neo-romantic yang menggambarkan ‘faith, hope and charity’ yang dibuat oleh pematung Kuba Jose Villalta de Saavendra . Di makam ini bersemayam pula pahlawan-pahlawan perang saat penyerbuan istana presiden Batista di tahun 1957. Salah satu makam yang terkenal adalah La Milagrosa (The Miraculous One), dimana Amelia Goyri de la Hoz meninggal saat melahirkan bayinya pada tahun 1901. Dia dimakamkan bersama sang bayi yang diletakkan di bawah kakinya. Ajaib, saat makam dibuka beberapa tahun kemudian, si bayi berada di dalam pelukan ibunya. Hingga saat ini makam Amelia sering dikunjungi oleh perempuan-perempuan yang mendambakan anak maupun yang sedang hamil. Saat kami ke sana, makamnya penuh dengan karangan bunga dari pengunjung. Saat meninggalkan makam kami diharuskan membunyikan lempengan besi yang terdapat di atas makam dan berjalan mundur, dilarang membelakangi makam.

Finca La Vigia, rumah Ernest Hemingway

Esok harinya, diantar Eko, warga Indonesia yang sudah 10 tahun tinggal di Havana, kami ke Finca La Vigia yang terletak agak diluar kota Havana, sekitar 45 menit perjalanan. Dalam perjalanan kami melewati Parque Almendares, Havana’s “Forest” yang dipenuhi oleh tanaman-tanaman tropikal. Untuk masuk ke Finca La Vigia kami dikenai tiket CUC 3,- sedangkan Eko, karena sudah termasuk warga Kuba hanya membayar 10 Peso. Museum yang merupakan bekas rumah Hemingway ini berada di atas bukit yang dkelilingi dengan tanaman-tanaman tropis dan deretan pohon palem dan kelapa. Terasa teduh. Di sela-sela perjalanannya keliling Amerika, Afrika dan Eropa, Hemingway menghabiskan hampir 20 tahun dalam hidupnya di rumah ini. Deretan buku-buku kuno, hiasan-hiasan kepala rusa Afrika, mesin ketik tua, lukisan, sepatu boot, baju, pipa cerutu, deretan gelas-gelas cocktail dan foto-fotonya tertata rapi dalam museum ini. Di samping bangunan terdapat tower dengan satu ruangan menghadap pemandangan kota Havana tempat Hemingway merenung mencari inspirasi untuk tulisannya. Sayang, pengunjung dilarang masuk ke semua ruangan, hanya dapat melihat dan memotret dari luar. Di depan rumah terdapat pula kolam renang (airnya sengaja dikeringkan), makam kucing dan anjing piaraan Hemingway (selama hidupnya Hemingway punya 60 ekor kucing!) dan Pilar, kapal yang dipakainya untuk memancing.

Berpose di atas Pilar, kapal milik Ernest Hemingway

Dalam perjalanan pulang, kami mampir di Castillo del Morro/The Morro Castle (dibangun abad 16) yang dikelilingi benteng dan terletak diseberang kota Havana. Dari sini kita bisa melihat pemandangan kota Havana. Di dalam benteng terdapat museum, barak dan cannon yang diletakkan mengelilingi benteng. Cannon-cannon ini dulu dipakai untuk pertahanan terhadap serangan bajak laut dan perompak. Sebelum meninggalkan Morro saya sempatkan membeli souvenir patung sepasang laki-laki dan perempuan dari kayu dengan Cuban style lengkap dengan cerutu, tongkat dan payungnya.

Patung Cristo de la Habana dilihat dari Habana Vieja

Tidak jauh dari Morro Castle berdiri patung Cristo de la Habana, patung Kristus setinggi 18 meter yang terbuat dari marmer putih. Patung ini dibuat oleh pematung Kuba Jilma Madera ditahun 1958 atas inisiatif Martha, istri presiden Batista saat revolusi. Dari kota Havana, Cristo de la Habana ini terlihat sangat jelas.

Memorial Jose Marti

Ah…akhirnya tinggal satu lagi tujuan wisata kami, Memorial Jose Marti, terletak di tengah Plaza de la Revolucion, dibangun pada tahun 1953 untuk memperingati 100 tahun pahlawan nasional Kuba, Jose Marti. Monumen setinggi 109 meter ini terbuat dari marmer abu-abu. Di kaki monumen terdapat patung Jose Marti setinggi 18 meter yang sedang duduk. Dengan membayar CUC 5,- pengunjung bisa masuk ke dalam monumen yang di dalamnya terdapat museum tentang sejarah kepahlawanan Jose Marti.

Tropicana open air cabaret

Ada pameo mengatakan, tak lengkap rasanya bila ke Havana tak melihat Cuban Salsa dan Cabaret maka kami sempatkan malam harinya ke Tropicana. Panggung terbuka yang berada ditengah taman dengan gemiricik air dan penari-penari berkostum minim dengan hiasan-hiasan bulu-bulu yang mewah seakan membius kami selama 2 jam dengan hentakan musik dan gerakan tari dari son ke bolero dari danzon ke salsa…… Puas melihat cabaret kami masih dioleh-olehi 2 botol Cuban Ron/Rum gratis.

Dengan kekhawatiran karena wilayah kepulauan Karibia dan Bahamas serta sebagian Kuba sedang terkena hurricane Noel, kami kembali ke New York dengan pesawat Air Canada. Kembali berlari-lari mengejar waktu transit yang sempit di Toronto, karena ritual keimigrasian seperti waktu berangkat terjadi lagi. Bedanya sekarang kami masuk imigrasi Amerika dari Toronto airport. Ada rasa deg-deg-an saat petugas imigrasi Amerika menanyakan perjalanan kami. Dengan ragu-ragu kami menjawab ‘Kuba’. Alhamdulillah…sang petugas diam saja. Mungkin karena melihat paspor kami dari Indonesia bukan Amerika.

Tak terasa tiga malam di Kuba telah berlalu….benar kata suami, “ Kuba adalah negara dengan peradaban yang unik”. Kultur dan sejarah yang kompleks, tradisi lama bercampur geliat peradaban baru, kebudayaan yang penuh warna bercampur masalah sosial ekonomi…..

(Artikel ini pernah dimuat di Kompas Community Cyber Media)