Lega rasanya setelah pesawat Air Canada yang membawa kami bertiga ke Havana – Kuba dari New York akhirnya tinggal landas. Betapa tidak sudah 2 kali kami gagal berangkat ke Havana, pertama, karena ada keperluan keluarga yang mendadak dan kedua karena kekonyolan kami lupa membuat Visa Kanada satu hari sebelum berangkat, karena memang harus transit di Toronto, Kanada dulu.
Ternyata kelegaan kami belum berakhir. Sampai di Pearson International Airport - Toronto kami harus berlari-lari memburu waktu karena waktu transit hanya 3 jam sedangkan kami harus antre diimigrasi untuk masuk Kanada, mengambil kopor lalu bergegas sambil membawa kopor check-in lagi untuk penerbangan Toronto – Havana, dan antre lagi diimigrasi untuk keluar Kanada. Sungguh melelahkan. Ini terjadi karena Amerika tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Kuba maka siapa pun yang akan ke Kuba dari wilayah Amerika harus lewat negara ketiga.
Di dalam pesawat Air Canada tujuan Toronto - Havana, saya lihat cukup banyak turis Amerika. Sebenarnya, illegal bagi pemegang paspor Amerika untuk berkunjung ke Kuba. Kecuali bagi misionaris, jurnalis atau mahasiswa yang mendapat rekomendasi dari universitasnya, itupun harus memperoleh semacam licence dari pemerintah Amerika, dan mereka masuk ke Kuba lewat Miami- Amerika. Sedangkan para turis yang ‘illegal’ ini memilih masuk ke Kuba lewat negara ketiga seperti Meksiko (Cancun) atau Kanada (Toronto), seperti kami.
Sebelum pesawat mendarat, selain form-form keimigrasian, awak pesawat juga membagikan form biru yang ternyata adalah Visa Kuba. Kami baru tahu kalau Visa Kuba bisa diperoleh di dalam pesawat, karena kami mendapatkannya dari Perwakilan Kuba di Washington D.C, lembaran kertas Visa ini hanya diselipkan, tidak ditempel di dalam paspor. Sang Pramugari juga menjelaskan, untuk mendapatkan Visa Kuba cukup membayar CUC 20 (+/- US$ 25,-) setiba di imigrasi Jose Marti International Airport Havana.
Kami sekeluarga memang berangan-angan suatu saat bisa berkunjung ke negara ini, walaupun kali ini adalah kali ketiga suami berkunjung ke Havana, pertama bagi saya dan anak gadis kami, Mitha. Suami ingin kami bisa melihat Havana karena menurutnya Kuba adalah negara yang sangat unik, tidak ada duanya di dunia ini. “Mumpung sekarang tinggal di New York jadi ndak terlalu jauh perjalanannya dan mumpung Fidel Castro masih hidup, mungkin kalau sudah tidak ada Castro, Kuba tidak akan seperti ini lagi”, kata suami.
Kuba, dengan ibu kotanya Havana adalah negara kepulauan yang terletak antara laut Karibia, Teluk Meksiko dan Samudra Atlantik (lihat di http://en.wikipedia.org/cuba). Panjang sekali sejarah yang pernah dilalui Kuba hingga sekarang menjadi Negara Sosialis dengan presiden-nya, Fidel Castro. Kota Havana / Ciudad de La Habana (lihat di http://en.wikipedia.org/havana) sendiri terletak dipinggir laut dan dikelilingi oleh semacam tembok dan merupakan salah satu kota tertua yang pernah ditemukan dan disinggahi bangsa Eropa. Peninggalan-peninggalan Eropa khususnya Spanyol kental sekali terlihat hampir di semua bangunan di Havana. Bangunan-bangunan bergaya baroque dengan lengkungan dan pilar-pilarnya yang besar dan kokoh, ukiran yang cantik dengan sentuhan Moorish (sentuhan Islam dalam arsitektur Spanyol) dengan warna terang kuning – biru – putih berpadu dengan neo-klasik abad 19 hingga bangunan-bangunan ‘model baru’ awal abad 20 terlihat hampir disegala penjuru Havana. Dari rumah tinggal, perkantoran, pertokoan hingga hotel. Sayang sekali sejak embargo ekonomi yang diterapkan Amerika, Havana seakan bagai ‘kota dengan bangunan yang mati’. Bagaimana tidak, hampir semua bangunan tidak terawat, seakan-akan sudah puluhan tahun tidak tersentuh cat. Bahkan banyak pula bangunan yang tanpa kaca jendela. Kecuali bangunan-bangunan yang dipakai oleh instansi pemerintah atau yang disewa oleh kedutaan asing. Memang semua bangunan dan aset yang ada adalah milik pemerintah.
Kota Havana sendiri, dibagi dalam 3 bagian, Habana Vieja/Old Havana, Vedado (daerah komersial) dan daerah baru seperti Miramar, tempat kedutaan-kedutaan asing, rumah tinggal warga asing, toko-toko barang import dan sekolah-sekolah internasional berada.
Tiga malam di Havana, hari pertama, kami diantar Feria Siradj, teman kami yang sudah 1 tahun tinggal di Havana berkeliling melihat kota Havana di sore hari. Di sepanjang jalan yang kami lewati banyak warga yang berdiri dipinggir jalan untuk botea, mencari tumpangan kendaraan. Karena sulitnya transportasi tidak heran kalau botea adalah hal yang wajar di sini. Bahkan warga yang mempunyai mobil wajib dan harus mau memberi tumpangan.
Hingga saat ini kendaraan di Havana masih didominasi oleh mobil-mobil keluaran Amerika jaman dahulu seperti sedan Cadillac tahun 1950-an, Bel Air, Fords, Chevy dan Fiat meskipun beberapa mobil Jepang dan Eropa keluaran terbaru juga mulai terlihat di jalan. Saya membatin, wah….pasti para penggemar mobil vintage di Indonesia akan senang sekali melihat mobil-mobil antik di Havana…. Sebagian dari mobil-mobil kuno ini ada juga yang dipercantik untuk taksi, selain ada coco-taxi (sejenis bemo tapi berbentuk bulat) bis kota dan camello, bus panjang berbentuk seperti onta dengan ‘kepala’ truk..
Dari daerah Miramar tempat kami menginap di rumah Feria, kami menuju Malecon, promenade sepanjang +/- 7 km yang menghadap laut lepas ini ramai dipenuhi muda-mudi yang akan melewatkan malam minggunya. Tidak peduli mereka berkulit putih (keturunan Spanyol), kulit hitam (keturunan Afrika dari budak-budak perkebunan tebu abad 18) dan mullata (campuran kulit putih dan hitam). Hampir semua wanita-nya berpakaian minim, dengan atasan tank-top atau you-can-see. Mungkin karena udara yang panas atau minim dan mahalnya harga kain, batin saya. “Walaupun mereka kelihatan hidup bebas, di sini hampir tidak ada kasus kekerasan dan pemerkosaan. Di sini polisi ada di mana-mana jadi kita aman kemana pun pergi”, kata teman saya.
Feria juga menjelaskan, di Kuba memang sedikit sekali hiburan. Ada beberapa gedung bioskop tapi film-film yang diputar adalah film-film lama, kalaupun film Amerika itupun sudah disensor. Televisi-pun hanya ada 4 channel yang seluruhnya milik pemerintah Kuba, isinya-pun propaganda Kuba yang anti Amerika. “Jangan harap melihat iklan di TV yang bersifat konsumtif di sini mbak”, kata Feria. “Klub-klub malam pun biasanya hanya dikunjungi oleh warga asing atau warga Kuba yang diajak oleh orang asing atau warga Kuba yang mempunyai saudara yang datang dari luar negeri”, kata Feria lagi. Rakyat biasa tidak mampu datang ketempat-tempat seperti itu, karena rata-rata gaji mereka perbulan hanya CUC 30,- atau setara US$ 35,-. Sedangkan kebutuhan hidup mereka yang lain sudah di jatah oleh pemerintah Kuba. Mereka bekerja ataupun tidak, mendapat jatah yang sama. O….pantas, batin saya dalam hati, sepintas masyarakatnya terlihat santai dalam menjalani hidup.
Memang, ada rasa trenyuh, melihat kehidupan masyarakat di sini. Mereka terkesan nrimo walaupun seperti terasing dari dunia luar. Mereka tidak bisa bepergian ke luar negeri, karena sulit sekali bagi warga biasa untuk mendapatkan ijin ke luar negeri kecuali bagi atlet yang berprestasi, artis atau pejabat negara. Hal ini dijelaskan oleh Bertha pemandu kami nantinya. Walaupun begitu, kata Bertha mereka sangat loyal kepada Fidel Castro, karena Castro sangat kharismatik. Dari Bertha saya tahu kalau sebagian besar rakyat Kuba lebih senang disebut Fidelis daripada Komunis.
Dari Malecon kami menuju NH Hotel di Centro Habana untuk booking tour-guide esok hari dan ke casa de cambio/tempat penukaran uang. Di Kuba berlaku 2 mata uang. Peso untuk transaksi sehari-hari rakyat Kuba dan CUC (Cuban Convertible) untuk warga dan turis asing serta berlaku untuk transaksi di semua sektor pariwisata. US$1,- = 0,8 Centavos (sen) CUC = 26,- Peso. Semua mata uang asing terutama dolar dan euro yang ditukarkan di tempat penukaran uang dicatat satu-persatu nomor serinya oleh petugas.
Sebelum pulang kami singgah di hotel Nacional. Hotel ini sangat indah seakan-akan berada di atas bukit. Dari belakang hotel kita bisa melihat pemandangan Malecon, hamparan laut lepas dan Castillo del Morro dengan jajaran bentengnya. Satu tahun yang lalu dalam rangka 14th Summit of the Non-Aligned Movement, Presiden SBY dan rombongan juga menginap di hotel ini. Selain itu juga pernah dipakai untuk shooting film Dirty Dancing.
Saat itu di hall hotel Nacional sedang berlangsung pesta pernikahan. Kata Feria, rakyat Kuba hanya bisa satu kali dalam seumur hidupnya bisa masuk ke hotel dan menginap sehari hanya pada saat pesta pernikahannya. Itupun sebagai hadiah dari pemerintah. Hotel-nya pun yang menetapkan pemerintah. Hanya orang asing/turis, pejabat dan pegawai hotel yang diperbolehkan masuk dan menikmati fasilitas hotel.
Esoknya, tur yang sesungguhnya dimulai, dipandu oleh Bertha dari Cubatur. Habana Vieja / Old Havana tujuan kami. Habana Vieja sejak tahun 1992 merupakan aset dunia yang dilindungi UNESCO. Di Old Havana terdapat katedral, mansion-mansion kuno yang dibangun abad 16 – 17, café-café terkenal seperti La Bodeguita del Medio dan La Floridita serta museum-museum. Di bawah bangunan-bangunan ini terdapat Zanja Real, kanal yang dibangun Spanyol pada abad 16. Dari Plaza de la Catedral – lapangan terbuka - yang luas kita bisa melihat Catedral de San Cristobal – gereja yang berornamen baroque - , Palacio de los Marqueses yang sekarang berfungsi sebagai art galeri dan Museo de Art Colonial.
Berjalan kebelakang melewati lorong-lorong kuno yang agak sempit, kami sampai di Plaza de Armaz. Di sini suasana kolonial jaman dahulu sangat terasa bahkan besi bekas menambatkan kereta kuda pada jaman dahulu-pun masih ada.
Dari atas hotel Palacio Cueto kami bisa melihat Habana Vieja. Bangunan hotel abad 17 ini penuh dengan ornamen Spanyol dan Moorish dengan lengkungan pilar, kubah dan cat warna biru terang dan putih. Indah sekali.
Bertha lalu mengajak kami masuk ke Sala Museo (museum obat-obatan). Bau rempah-rempah dan deretan stoples keramik majorica yang cantik berjajar rapi di rak kayu berwarna coklat yang menempel dinding menyambut kami.
Dari sini, kami berjalan kaki ke hotel Ambos Mundos, hotel tempat Hemingway pernah lama menginap (tahun 1932 – 1939). Keluar dari hotel kami sungguh terkejut. Seorang pria tua yang mirip sekali Fidel Castro duduk ditangga luar hotel. Rasanya saya pernah melihat pria berjenggot putih ini….tapi dimana…?. Tidak mungkin kalo dia benar-benar Castro. Setelah mengingat-ingat…a ha….ternyata pria ini yang menjadi sampul buku “Cuba” terbitan Lonely Planet yang saya lihat di toko buku Barnes & Nobles di New York. Selembar CUC 1,- diselipkan ke tangan mr. ‘Castro’ setelah kami ajak photo bersama.
Puas berkeliling Habana Vieja, kami diajak berkeliling Centro Habana dan Prado. Yang merupakan pusat kota Havana. Gedung Capitolio dengan kubahnya yang besar dan megah langsung menjadi pusat perhatian kami. Gedung ini tiruan dari gedung Capitol di Washington D.C., bentuknya mirip bahkan sedikit lebih tinggi dan lebih panjang dari Capitol di Washington.
Tidak jauh dari gedung Capitolio terdapat Fabrica de Tabaco Partagas, pabrik cerutu/puros. Kuba sangat terkenal dengan produksi cerutunya. Berdiri sejak tahun 1845 setiap tahun 5 juta batang cerutu diproduksi oleh Partagas. Ada 32 merek cerutu Kuba, tapi hanya 4 yang terkenal, Montecristo, Cohiba, Cuaba dan Vegas Robaina.
Dari Centro Habana kami menuju Prado, boulevard cantik yang diteduhi oleh pohon-pohon besar dan 8 ekor patung singa dari marmer dan deretan lampu-lampu jalan yang terbuat dari besi yang diukir cantik. Ah…..rasanya sungguh nyaman berada ditempat ini. Sayang kami terlalu sore sampai ditempat ini, sehingga tidak bisa ikut menikmati dan melihat jajaran lukisan-lukisan yang dijual di sepanjang Prado.
Necropolis Colon, tujuan kami selanjutnya. Makam monumental ini sangat luas, sekitar 55 hektar. Hamparan makam ini bagaikan miniatur mausoleum, chapel, kastil bahkan piramid dengan ukiran-ukiran berbentuk bunga, malaikat, bidadari yang indah dan terbuat dari marmer. Komplek makam yang diarsitek-i oleh Calixto de Loira pada pertengahan tahun 1800 ini mengelilingi chapel utama. Pintu gerbangnya yang megah dihiasi dengan patung malaikat dari marmer bergaya neo-romantic yang menggambarkan ‘faith, hope and charity’ yang dibuat oleh pematung Kuba Jose Villalta de Saavendra . Di makam ini bersemayam pula pahlawan-pahlawan perang saat penyerbuan istana presiden Batista di tahun 1957. Salah satu makam yang terkenal adalah La Milagrosa (The Miraculous One), dimana Amelia Goyri de la Hoz meninggal saat melahirkan bayinya pada tahun 1901. Dia dimakamkan bersama sang bayi yang diletakkan di bawah kakinya. Ajaib, saat makam dibuka beberapa tahun kemudian, si bayi berada di dalam pelukan ibunya. Hingga saat ini makam Amelia sering dikunjungi oleh perempuan-perempuan yang mendambakan anak maupun yang sedang hamil. Saat kami ke sana, makamnya penuh dengan karangan bunga dari pengunjung. Saat meninggalkan makam kami diharuskan membunyikan lempengan besi yang terdapat di atas makam dan berjalan mundur, dilarang membelakangi makam.
Esok harinya, diantar Eko, warga Indonesia yang sudah 10 tahun tinggal di Havana, kami ke Finca La Vigia yang terletak agak diluar kota Havana, sekitar 45 menit perjalanan. Dalam perjalanan kami melewati Parque Almendares, Havana’s “Forest” yang dipenuhi oleh tanaman-tanaman tropikal. Untuk masuk ke Finca La Vigia kami dikenai tiket CUC 3,- sedangkan Eko, karena sudah termasuk warga Kuba hanya membayar 10 Peso. Museum yang merupakan bekas rumah Hemingway ini berada di atas bukit yang dkelilingi dengan tanaman-tanaman tropis dan deretan pohon palem dan kelapa. Terasa teduh. Di sela-sela perjalanannya keliling Amerika, Afrika dan Eropa, Hemingway menghabiskan hampir 20 tahun dalam hidupnya di rumah ini. Deretan buku-buku kuno, hiasan-hiasan kepala rusa Afrika, mesin ketik tua, lukisan, sepatu boot, baju, pipa cerutu, deretan gelas-gelas cocktail dan foto-fotonya tertata rapi dalam museum ini. Di samping bangunan terdapat tower dengan satu ruangan menghadap pemandangan kota Havana tempat Hemingway merenung mencari inspirasi untuk tulisannya. Sayang, pengunjung dilarang masuk ke semua ruangan, hanya dapat melihat dan memotret dari luar. Di depan rumah terdapat pula kolam renang (airnya sengaja dikeringkan), makam kucing dan anjing piaraan Hemingway (selama hidupnya Hemingway punya 60 ekor kucing!) dan Pilar, kapal yang dipakainya untuk memancing.
Dalam perjalanan pulang, kami mampir di Castillo del Morro/The Morro Castle (dibangun abad 16) yang dikelilingi benteng dan terletak diseberang kota Havana. Dari sini kita bisa melihat pemandangan kota Havana. Di dalam benteng terdapat museum, barak dan cannon yang diletakkan mengelilingi benteng. Cannon-cannon ini dulu dipakai untuk pertahanan terhadap serangan bajak laut dan perompak. Sebelum meninggalkan Morro saya sempatkan membeli souvenir patung sepasang laki-laki dan perempuan dari kayu dengan Cuban style lengkap dengan cerutu, tongkat dan payungnya.
Tidak jauh dari Morro Castle berdiri patung Cristo de la Habana, patung Kristus setinggi 18 meter yang terbuat dari marmer putih. Patung ini dibuat oleh pematung Kuba Jilma Madera ditahun 1958 atas inisiatif Martha, istri presiden Batista saat revolusi. Dari kota Havana, Cristo de la Habana ini terlihat sangat jelas.
Ah…akhirnya tinggal satu lagi tujuan wisata kami, Memorial Jose Marti, terletak di tengah Plaza de la Revolucion, dibangun pada tahun 1953 untuk memperingati 100 tahun pahlawan nasional Kuba, Jose Marti. Monumen setinggi 109 meter ini terbuat dari marmer abu-abu. Di kaki monumen terdapat patung Jose Marti setinggi 18 meter yang sedang duduk. Dengan membayar CUC 5,- pengunjung bisa masuk ke dalam monumen yang di dalamnya terdapat museum tentang sejarah kepahlawanan Jose Marti.
Ada pameo mengatakan, tak lengkap rasanya bila ke Havana tak melihat Cuban Salsa dan Cabaret maka kami sempatkan malam harinya ke Tropicana. Panggung terbuka yang berada ditengah taman dengan gemiricik air dan penari-penari berkostum minim dengan hiasan-hiasan bulu-bulu yang mewah seakan membius kami selama 2 jam dengan hentakan musik dan gerakan tari dari son ke bolero dari danzon ke salsa…… Puas melihat cabaret kami masih dioleh-olehi 2 botol Cuban Ron/Rum gratis.
Dengan kekhawatiran karena wilayah kepulauan Karibia dan Bahamas serta sebagian Kuba sedang terkena hurricane Noel, kami kembali ke New York dengan pesawat Air Canada. Kembali berlari-lari mengejar waktu transit yang sempit di Toronto, karena ritual keimigrasian seperti waktu berangkat terjadi lagi. Bedanya sekarang kami masuk imigrasi Amerika dari Toronto airport. Ada rasa deg-deg-an saat petugas imigrasi Amerika menanyakan perjalanan kami. Dengan ragu-ragu kami menjawab ‘Kuba’. Alhamdulillah…sang petugas diam saja. Mungkin karena melihat paspor kami dari Indonesia bukan Amerika.
Tak terasa tiga malam di Kuba telah berlalu….benar kata suami, “ Kuba adalah negara dengan peradaban yang unik”. Kultur dan sejarah yang kompleks, tradisi lama bercampur geliat peradaban baru, kebudayaan yang penuh warna bercampur masalah sosial ekonomi…..
(Artikel ini pernah dimuat di Kompas Community Cyber Media)
2 comments:
Mbak,
Wah hebat perjalanan ke Kuba-nya. kebetulan nih, aku juga lagi ada rencana diajakin ke Kuba semingguan pada November nanti. Kebetulan sekarang lagi ada di Quebec dan ada multiple entry visa di Canada jadi dari Kuba nanti bisa transit Canada lagi sebelum balik ke Indo. Mbak, gimana cara bisa dapat visa turis ke Kuba? apa harus ke kedutaan Kuba terdekat di Canada, krn aku berpaspor Indo? atau cukupkah bergantung pada pramugari yang ngasih tourist card di pesawat? Takutnya kalo nggak siapin visa, ntar gak boleh masuk ke Kuba. Susah nggak sih buat dapet visa ke Kuba? trus kalo dah dapet visa, susah nggak melewati petugas imigrasi di Kuba setelah mendarat disana? maklum kan paspor hijau kadang2 suka dianaktirikan.
by the way, selamat lebaran 2008/ Idul Fitri 1429H.
Thank you.
Hallo mbak....
maaf....banget ya....aku telat ngebalasnya ya, udah lama banget ndak buka blog.
Untuk dapat visa turis ke kuba, mungkin lebih baik dari canada ya mbak, selain mbak udah ada di canada juga us-kan ndak punya hub. diplomatik sama kuba. setauku visa memang bisa didapat di atas pesawat otw ke havana, pramugari akan membagikan form visa yang nantinya setelah diisi diserahkan kepetugas imigrasi di airpot di havana dengan membayar sejumlah uang. kalo diimigrasi kuba (waktu masuk) ndak banyak masalah kok mbak, justru waktu keluar kuba yang aga ketat. Jangan sampai deh kita keluar bawa lukisan (tanpa disertai bill) serta cerutu yang berlebihan, bisa2 kena masalah. Mungkin mbak sudah jadi ke kuba, tapi kalo belum mudah2an sedikit info ini dapat berguna....
salam dari jakarta (saya udah balik ke jakarta lagi nih...)
Post a Comment