Guatemala, tujuan perjalanan kami selanjutnya setelah Nikaragua. Bayangan kami, keadaan negara Guatemala tidak jauh berbeda dengan Nikaragua. Ternyata dugaan kami meleset... Dari atas pesawat TACA Airlines yang membawa kami dari Managua, ibukota Nikaragua, pemandangan yang sangat indah ada di depan mata. Kotanya yang berkontur, berundak-undak, apalagi saat itu menjelang sore hari, sebagian kota sudah dihiasi kerlap-kerlip lampu, indah sekali...
Dalam perjalanan dari bandara La Aurora International Airport menuju hotel kami melewati pusat keramaian kota, kebetulan saat itu hari sabtu malam, banyak muda-mudi yang bergerombol, bercanda, tertawa di depan kafe-kafe. Mereka kelihatan moden, yang perempuan rata-rata berwajah cantik dengan pakaian yang seksi ala Amerika. Menurut pemandu kami mereka umumnya berasal dari suku Mestizo atau disebut juga Ladinoz, perpaduan Ameridian (Amerika-Indian) dan Spanyol. Lalu lintas pun sangat ramai, apalagi sebagian dari mereka menghidupkan musik dan membunyikan klakson kencang-kencang...
Sesampai di hotel Mariott, saya sempatkan mengambil brosur mengenai profil negara ini. Guatemala, dengan ibu kota Guatemala City berada di Laut Karibia terletak di antara Honduras dan Belize serta antara El Salvador dan Mexico di Samudra Pasifik. Guatemala berasal dari kata Cuauhtemallan yang berarti daerah dengan banyak pepohonan. Guatemala City sebelumnya, sekitar 9000 tahun yang lalu adalah kota suku Maya kuno yang bernama Kaminaljuyu.
Sedangkan di Zona I, atau disebut juga Centro Historico terdapat National Palace, Metropolitan Catedral, National Congress, Presidential House dan Miguel Asturias Cultural Center.
Metropolitan Catedral mempunyai menara kembar yang dibangun tahun 1815 dengan arsitektur neo-klasik. Katedral ini tetap berdiri kokoh walaupun 3 kali gempa melanda kota ini di tahun 1830, 1917 dan 1976.
Tujuan kami selanjutnya adalah mengunjungi National Palace. Bangunan ini terkesan megah dan indah dengan perpaduan arsitektur Renaissance, neo-klasik dan Baroq. Menurut brosur yang saya baca, seluruh lantainya (+/- 8.890 sq m) dilapisi dengan granit. Gedung ini dibangun antara tahun 1928 - 1943, saat ini dibuka setiap hari untuk umum dan merupakan tujuan wisata paling populer.
Ada 2 tempat tempat yang `harus` dikunjungi ditempat ini, La Sala de Recepcion (The Reception Hall) dan Presidential Balcony.
Dengan perut kenyang kami kembali ke hotel untuk istirahat sebentar karena besok pagi-pagi sekali kami harus bangun. Jam 5 pagi kami harus sudah berkumpul di lobi hotel untuk berangkat ke airport menuju Tikal.
Hanya 60 menit dengan pesawat udara (Tikal Airlines) dari Guatemala, kami sampai di Flores ibukota Tikal. Bandaranya mirip dengan bandara Adi Soemarmo di Solo, cuma bedanya di lobi dipenuhi oleh stand-stand agen perjalanan yang menawarkan wisata ke Tikal.
Di bandara sudah menunggu pemandu kami, Luis yang akan memandu kami selama 1/2 hari ini menjelajah Tikal. Dengan bis mini selama +/-1 jam kami pun tiba di El Peten Jungle di Tikal yang dinyatakan sebagai Taman Nasional Tikal, di mana tersebar kuil-kuil peninggalan suku Indian Maya.
Ekspedisi menggali kebudayaan Maya pertama kali dilakukan oleh Modezto Mendez dan Ambrosio Tut di tahun 1848. Saat ini Tikal masih di bawah penelitian Universitas Pennsylvania. Peninggalan kuno ini tersebar di +/- 220 sq mil di hutan Peten sampai di Belize yang juga di huni oleh kera, burung-burung tropis, kalkun, kucing hutan, ular, rakun serta pohon-pohon yang berumur sangat tua.
Kami jadi paham sekarang, mengapa Luis meminta kami untuk memakai baju dan sepatu keds yang nyaman. Ternyata kami diajak berjalan kaki membelah hutan Peten dengan menyusuri jalan setapak dan mengunjungi kuil-kuil suku Maya yang tersebar di hutan Peten ini!.
Luis menunjukkan kepada kami pohon langka yang berumur sangat tua, Ceiba Tree, cabang-cabangnya berbentuk seperti laba-laba daunnya nyaris gundul, yang dinyatakan sebagai pohon nasional Guatemala, juga Chicocapote (chewing gum tree) dan Amate Tree yang dipakai suku Maya sebagai pengganti kertas.
Disepanjang perjalanan menuju kuil Maya kami sesekali bertemu dengan tupai, rakun dan monyet yang bebas berkeliaran. Saya berdoa dalam hati jangan sampai kami bertemu dengan ular.... Diperkirakan ada 3000 kuil/monumen batu Maya yang tersebar di seluruh hutan Peten, sampai saat ini baru sekitar 200 monumen yang ditemukan dan digali.
Jika kita ingin benar-benar menjelajah seluruh peninggalan Maya maka diperlukan paling tidak waktu 2 hari. Karena kami hanya 1/2 hari di Tikal maka hanya sebagian kuil Maya yang bisa kami kunjungi. Dengan berjalan kaki sejauh 6 kilometer dibantu Luis, kami menjelajah hutan Peten seakan menembus waktu mengunjungi kuil-kuil suku Maya.
Kuil pertama yang kami kunjungi adalah The Twin Pyramid di kompleks Q yang terletak di dekat `pintu masuk` hutan Peten. Selanjutnya adalah The Great Plaza yang merupakan plaza utama.. Di sini tersebar beberapa kuil diantaranya Temple of Giant jaguar (Temple I), Temple of the Mask (Temple II) yang dibangun oleh Ah Cacao/King Chocolate di tahun 682-734 SM serta Temple of the Jaguar Priest. Di kompleks ini terdapat singgasana dan kamar pemimpin suku Maya yang semuanya terbuat dari batu. Saya sempatkan untuk duduk dan berpose sejenak di singgasana ini. Singgasana batu ini cukup besar dengan undakan tangga yang besar dan lebar.
Di North Acropolis, dibangun sekitar tahun 800 SM) terdapat makam suku Maya, di dalamnya tersimpan kerangka, gerabah dan hiasan dari batu jade hijau.
Perjalanan ini diakhiri dengan mengunjungi pasar seni yang terletak di pintu masuk taman naional Tikal, berbagai macam barang kerajinan khas Guatemala di jual di sini. Kain-kain dengan motif dan warna-warna terang, sulaman motif Indian Maya, aksesoris dan lain-lain, tetapi harganya relatif lebih mahal di banding di Guatemala City.
Memasuki bandara Flores kami disambut alunan Marimba - instrument khas Guatemala yang terbuat dari kayu, mirip dengan Kolintang - seolah-olah mengucapkan selamat tinggal dan berharap suatu saat kami kembali.
(Pernah dimuat di Kompas Cyber Media)
No comments:
Post a Comment